Perokok Pasif Rentan Kecanduan Nikotin
Selama ini hanya perokok aktif yang diketahui berisiko mengalami kecanduan terhadap nikotin. Tapi studi terbaru menunjukkan bahwa perokok pasif juga rentan kecanduan nikotin.
Terpapar asap rokok misalnya di dalam ruang yang sama akan memiliki dampak langsung yang terukur di otak, dan efek yang muncul mirip seperti yang terjadi pada otak orang yang merokok.
Studi yang didanai oleh National Institute on Drug Abuse (NIDA) mengungkapkan bahwa paparan asap rokok ini bisa membuat orang kecanduan atau membangkitkan keinginan yang sama seperti perokok. Hasil studi ini sudah diterbitkan dalam Archives of General Psychiatry pada 1 Mei 2011.
Penelitian ini menggunakan alat positron emission tomography (PET) yang menunjukkan bahwa satu jam terpapar asap rokok di dalam ruang tertutup sudah cukup bagi nikotin untuk mencapai otak dan mengikat reseptor yang biasanya ditargetkan oleh perokok. Diketahui hal yang sama tersebut terjadi pada otak perokok maupun non-perokok.
Dalam studi sebelumnya telah diketahui bahwa paparan asap rokok pada perokok pasif bisa meningkatkan kemungkinan anak menjadi perokok pada remaja dan membuatnya lebih sulit untuk berhenti merokok saat dewasa. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kerja asap rokok di otak bisa mempromosikan perilaku merokok.
"Paparan asap rokok yang terbatas sudah cukup membuat nikotin mencapai otak dan mengubah fungsinya. Paparan yang kronis dan parah bisa meningkatkan kadar nikotin di otak yang meningkatkan kerentanan terhadap kecanduan nikotin," ujar Direktur NIDA, Nora D Volkow, MD, seperti dikutip dari ScienceDaily, Selasa (3/5/2011).
Selain itu perokok pasif juga berisiko mengalami penyakit jantung, kanker paru-paru, kondisi serius pada anak termasuk sindrom kematian bayi mendadak, infeksi pernapasan serta asma yang parah.
"Hasil studi ini memberikan bukti nyata untuk mendukung kebijakan larangan merokok di tempat umum, khususnya di ruang tertutup dan di sekitar anak-anak serta ibu hamil," ujar Arthur Brody, MD dari UCLA Department of Psychiatry & Biobehavioral Sciences.(detikhealth)
0 komentar:
Posting Komentar